Sebuah email pernah mampir ke salah satu milis yang saya ikuti. Isinya tentang kisah perilaku berbelanja dua orang berbeda bangsa. Yang seorang adalah profesor berkebangsaan Jepang, satunya adalah seorang mahasiswa asal Indonesia. Suatu kali, sang profesor berkunjung ke Indonesia dan berjalan-jalan ke toko. Tiap kali mengunjungi toko, yang dicarinya adalah barang berlabel Made in Japan. Saat ditanya alasannya, jawabannya adalah karena dia bangga dengan produk buatan negaranya. Sang mahasiswa punya kebiasaan berbeda. Dia malah enggan membeli barang berlabel Made In Indonesia.
Banyak orang yang bersikap sama dengan si mahasiswa. Tiap kali punya kesempatan berbelanja di luar negeri, yang dicari bukanlah barang dengan tulisan Made In Indonesia. Untuk apa jauh-jauh belanja ke luar negeri bila yang dibeli adalah barang buatan negeri sendiri? Bukankah lebih mudah membeli barang Made in Indonesia di Indonesia? Seringkali pikiran itu yang hinggap saat berbelanja. Padahal, belum tentu barang yang dijual di negeri orang itu jelek kualitasnya. Malah boleh jadi, kualitasnya sangat baik. Buktinya bisa dijual dan dipajang di toko-toko di luar negeri. Belum tentu juga, barang berlabel Made In Indonesia yang dijual di luar negeri itu dijual di negeri sendiri. Siapa tahu, proses pembuatan di Indonesia, tapi seluruhnya diekspor.